About Me

header ads

Embuhisme : Antara Gila, Sadar dan Keberanian Menyelami Diri

Aziz Aminudin, M.Pd, Penulis Buku "Aku Wong Embuh"

Memulai hal konsisiten berawal dari ketidakkonsisitenan, itu isi status facebook saya yang mulai konsisiten berbagi tentang "Embuh Pagi" dan "Refleksi Malam Embuhisme" tidak selalu saua publish disini sih, tapi ada komentar yang menarik dan menggelitik darai sebut saja Guru Kehidupan saya dengan akun "Misthuman" nama yang awalnya saya penasaran siapa dia wkwkwkw, tapi ternyata salah satu Guru Kehidupan.

Namanya "Kasum" sebenarnya menurut saya orang yang pintar dan cerdas, sayangnya "Embuh". jadi bicara tentang konsep embuhisme ini juga ada banyak pelajaran hidup yang saya ambil dari perjalanan hidupnya yang keren. bahkan dari seorang perawat saya bisa melanjutkan kuliah juga karena Kasum ini wkwkwkw, menjadi Sarjana Komputer ( kan Embuh !!! ), dan kemarin melanjutkan S2 program study Magister Pedagogi dan lebih embuh lagi atau tidak nyambung wkwkwkw

Menaariknya setelah sekian lama hilang dangan banyak hal yang saya terima dijagad maya sosok ini muncul dengan akun yang berbeda dan aktif selalu istikomah berkomentar dengan nada satir tentang "Embuhisme" dengan menyandingkan dengan orang gila kalau bahasa brebes adalah "Wong Edan".

Hal ini menarik saya buat membahas lebih luas dalam perapektif saya seperti apa sih embuhisme ini, disclaimer bahwa ini bukan konsep kebenarn tapi cara berfikir dalam menjalani kehidupan, tapi saya sepakat salah satu Guru Kehidupan lain saya ya mereka orang gila " Wong Edan " belajar secara filosifis tapi dengan kesadaran bahwa kita tidak harus edan untuk belajar edan.

Komentar Kasum yang menarik adalah ;

“Hanya orang gila yang bisa memanipulasi pikirannya sendiri.”
“Hanya orang gila yang benar-benar pelaku Sang Embuh, selain itu cuma sok gila.”

Sekilas terdengar seperti ejekan, tapi sesungguhnya kalimat seperti itu justru sedang menyingkap sebuah ketidaksadaran: bahwa dunia memang sering salah menilai kewarasan.

Orang yang berani berpikir berbeda, sering dianggap gila oleh mereka yang nyaman dengan kebiasaan lama.
Padahal, kadang justru mereka yang “gila” itu yang benar-benar sadar.

Embuhisme dan Seni Memanipulasi Pikiran Sendiri

“Manipulasi pikiran sendiri” bukan berarti menipu diri.
Justru sebaliknya itu adalah proses menata pikiran agar berhenti diperbudak oleh emosi, ego, dan asumsi.
Bukankah setiap hari kita pun “memanipulasi” diri?
Ketika kita marah tapi memilih diam, sedih tapi tetap tersenyum, kecewa tapi masih berdoa—itu bukan kepura-puraan, tapi kesadaran.

Jadi jika ada yang menyebut, “hanya orang gila yang bisa memanipulasi pikirannya,” mungkin benar…
Karena hanya orang yang berani gila terhadap egonya sendiri yang bisa benar-benar waras dalam menjalani hidup.
Gila bukan berarti kehilangan akal, tapi berani menembus batas pikiran yang dibentuk oleh ketakutan dan kenyamanan.

Tentang Wong Embuh

Wong Embuh bukan soal meninggalkan dunia, tapi soal tidak lagi diperbudak oleh dunia.
Bukan tentang menolak kesenangan, tapi tidak menjadikan kesenangan sebagai sumber hidup.
Mereka yang memahami Embuhisme tahu, bahwa “embuh” bukan apatis, tapi sejenis kebijaksanaan tenang yang lahir dari kedewasaan jiwa.

Jadi kalau ada yang berkata,

“Kalau kamu masih mencintai dunia, berarti kamu bukan Embuh sejati.”
Maka jawabannya sederhana:
“Aku mencintai dunia, tapi tidak lagi menggantungkan diriku padanya.”

Itulah bedanya “terikat” dan “terhubung”.
Yang satu menjerat, yang satu menyadarkan.

Antara Gila dan Tercerahkan

Boleh jadi benar, hanya “orang gila” yang bisa menjadi pelaku Wong Embuh.
Tapi bukan gila karena hilang akal,
melainkan gila karena tak lagi mengikuti arus kebodohan kolektif.
Gila karena berani jujur pada diri sendiri,
gila karena memilih tenang di tengah bisingnya dunia,
gila karena tetap tersenyum saat semua sibuk membandingkan hidup.

Dalam dunia yang mencintai kepalsuan,
kadang kewarasan sejati justru tampak seperti kegilaan.

Embuh Itu Jalan Sunyi

Embuhisme tidak butuh pengakuan, tidak haus pembelaan.
Ia seperti embun di pagi hari tenang, jernih, tak berisik, tapi menyentuh siapa pun yang berhenti sejenak untuk merasakannya.

Jadi, kepada mereka yang menertawakan,
biarlah tawa itu menjadi doa:
semoga suatu hari nanti mereka pun berani “gila”
gila dalam kesadaran, bukan dalam kebingungan.
Karena Embuh bukan soal siapa yang paling benar,
tapi siapa yang paling berani jujur pada pikirannya sendiri.



{{{ Positif, Sehat dan Bahagia }}}

Brebes, 11 Oktober 2025
Aziz Aminudin, M.Pd
Trainer & Professional Hypnotherapist
Penulis buku "Aku Wong Embuh" 

artikel ini saya publish juga di : https://www.kompasiana.com/azizamin/68e98ec2c925c477ab5e0ee1/embuhisme-antara-gila-sadar-dan-keberanian-menyelami-diri